Jumat, 27 Februari 2015

[Fanfiction] "Doctor"

Title            : Doctor
Author       : Kimbinnie88
Casts          : EXO’s Park Chanyeol, Lee Eunri
Genre         : Friendship, Sad [Something that you dont expect]
Rating        : G
Length        : Ficlet

Something that you never expect before may happen at the time where you never expect.

[NOTE] :
DO NOT COPY THIS FF OR STUFFS! THIS FF WAS ORIGINALLY CAME FROM MY PURE IMAGINATION! CHECK IN THIS SITE.



 17 years ago
“Aku akan menjadi dokternya dan kau akan menjadi pasiennya.”
“Tidak mau! Lagipula aku ini kan laki-laki. Kau saja yang menjadi pasiennya!”
“Aku akan tetap menjadi dokter! Sudahlah, kau tinggal berpura-pura menjadi ayahnya saja. Kau hanya mengantar ‘anak’mu saja, kok.”

Keributan kecil yang terjadi antara seorang bocah perempuan dan seorang bocah laki-laki yang berumur 5 tahun itu menghasilkan tangisan yang berasal dari si bocah laki-laki.

“Hentikan tangisanmu itu, Park Chanyeol!”
“Tidak mau! Pokoknya aku yang menjadi dokternya!”
“Baiklah. Kau bisa menjadi dokternya dan aku menjadi pasiennya.”

Mendengar ucapan si anak perempuan. Bocah lelaki itu menghentikan tangisannya. Berganti dengan suara sesenggukan bocah lelaki itu.

“Sudah, kau jangan menangis lagi. Kau ini laki-laki.”
 “Ayo kita main.”

10 years ago
“Park Chanyeol, kau pecundang!”
“Apa katamu? Ini hanya sebuah drama, yeoja bodoh!”
“Tetap saja kau pecundang! Wlee.”
“Yeoja bodoh!”
“Namja pecundang!”

Lagi. Keributan yang selalu terjadi di antara mereka berdua terus berlangsung. Hingga akhirnya datang seorang yeoja paruh baya memisahkan keduanya.

“Kita lihat saja nanti, siapa yang akan mendapatkan posisi sebagai dokter, Lee Eunri!”
“Oke. Siapa takut!”
“Baik semuanya. Kita bersiap untuk latihan.”

I miss how we fight. I miss how you cry for some things. I miss how we chat. I miss everything about you. You and I.

4 years ago
“Eunri-ssi, selamat atas kelulusanmu”
“Ah, ne. Terimakasih”

Gelisah. Mungkin itulah kata yang bisa menjelaskan bagaimana perasaan yeoja yang baru saja menamatkan pendidikannya dan mendapatkan gelar Dokter ini.

‘Kemana dia?’

Kakinya terus saja menerobos gerombolan mahasiswa yang sedang bergembira atas kelulusan mereka.

“Eomma. Apa kau melihat Chanyeol?”
“Eunri-ya. Aku tahu perasaanmu. Tapi eomma juga tidak tahu di mana dia.”
“Ah, baiklah.”

Yeoja itu tampak kecewa dengan jawaban eommanya. Dengan malas ia melangkahkan kakinya menuju sebuah pohon yang cukup rindang yang berada tidak jauh dari lapangan tempatnya saat ini.

‘Park Chanyeol. Eodiga?’

-------------------------------------------------------------------------------------------

“Uisa-nim. Pasien-pasien sudah menunggu.”
“Ne, baiklah.”

Disinilah aku. Di gedung dengan warna putih yang mendominasi. Mendengarkan keluhan-keluhan orang yang mengeluh tentang masalah kesehatan yang menimpa ‘keturunannya’. Dengan sabar aku memeriksa pasien-pasien ku yang sering bergerak kesana kemari.

Kubuka pintu ruangan tempatku memulai hariku di rumah sakit. Hiasan dengan bentuk hewan terpajang jelas di pintu yang kubuka ini. Kulangkahkan kakiku kedalam ruangan yang dipenuhi wallpaper berwarna-warni, khas anak kecil.

Sambil menunggu pasien, aku memeriksa dokumen-dokumen yang dipersiapkan di meja kerjaku yang terbuat dari kayu ek. Sesekali aku meneguk air putih yang disediakan diatas meja kerjaku.

Entah kenapa tetapi hari ini banyak orang yang mengatakan wajahku sedikit cerah. Mungkinkah aku sedang bahagia? Mungkin saja. Beberapa hari tidak melakukan pekerjaan yang disuka membuatku sedikit frustasi. Agak berlebihan memang. Tapi seperti itulah kenyataannya.

“Uisa-nim.”
“Persilahkan untuk masuk.”

Dapat kudengar pintu ruangan kerjaku terbuka. Menimbulkan bunyi decitan yang khas. Detik selanjutnya dapat kudengar derap langkah yang menuju kearahku. Bersamaan dengan suara anak kecil yang kedengarannya sedang bergurau dengan ayahnya itu. kudongakkan kepalaku untuk melihat pasien pertamaku dihari pertamaku bekerja setelah libur yang bisa dibilang singkat itu.

“An... nyeong” ucapku dengan nada semakin mengecil diakhir kalimat.
Dapat kulihat dengan sangat jelas seorang namja yang sangat kukenal tengah menggendong seorang bocah yang kuperkirakan berumur 4 tahun itu.

Mungkinkah namja dihadapanku ini adalah ayah dari bocah ini? Pertanyaan itu terus terputar di otakku.

“Eunri? Lee Eunri?” samar-samar kudengar suara pelan lelaki yang berada didepanku saat ini.
“Maaf. Tapi sepertinya anda salah orang” jawabku bohong. Tentu saja ia pasti tahu aku ada Lee Eunri. Yeoja yang pernah mengisi hari-harinya, bahkan tahun-tahunnya. Tidak mungkin kan ia lupa dengan wajahku?
“Appa kenal dengan dokter ini?”
Hatiku terasa sesak mendengar bocah yang berada di gendongannya memanggilnya dengan sebutan ‘appa’. Secepat itukah?
“Ne. Appa rasa appa mengenalnya, sayang” jawabnya sambil menurunkan bocah itu dari gendongannya dan mendudukannya pada kursi yang memang disediakan untuk pasien. Kemudian bocah itu sibuk dengan robot-robotan yang dibawanya.

Saat ini otakku tidak bisa berpikir dengan jernih. Berbagai pertanyaan muncul begitu saja kedalam benak otakku.

Kapan dia kembali?
Darimana saja dia?
Siapa anak ini?
Dan mengapa anak ini memanggilnya ‘appa’?

Dan berbagai macam pertanyaan yang menjurus kepada orang dihadapanku ini terus berdatangan. Seperti tamu yang hadir disuatu acara pernikahan.

Lelaki dihadapanku ini hanya memandangku dengan tatapan yang sulit dimengerti olehku. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya setelah kalimat ‘terakhirnya’ itu.

Semakin lama kurasakan pandanganku sedikit buram. Butir-butir air seakan berdesakan ingin segera terjun bebas dari kurungan yang ‘memenjarakannya’ itu. Panas.

Detik berikutnya kurasakan sepasang tangan kekar menempel pada tubuhku. Tidak ada pergerakan lain. Hanya sebuah pelukan. Sebuah pelukan yang sangat kurindukan. Sebuah pelukan yang selalu bisa menenangkanku. Sebuah pelukan yang selalu bisa menjadi sandaranku.

Kutumpahkan semua air mataku dipelukannya. Menyalurkan rasa rinduku.

“Mianhae, Eunri-ya.”

Air mataku terus saja berjatuhan. Membasahi kemeja birunya.

“Bogosipda, Chanyeol-a.” kubalas pelukannya. Seakan mengerti, ia langsung mengeratkan pelukannya padaku.
“Mianhae” kurasakan tangan kanannya membelai rambutku. Berusaha menenangkan diriku yang saat ini tidak bisa berfikir dengan jernih.
“Chanyeol bodoh! Kau kemana saja? Apakah kau tahu aku sangat merindukanmu?!” aku meluapkan pertanyaan yang sudah bertahun-tahun aku pikirkan.
“Mianhae, Eunri-ya. Tapi aku sudah melakukan semuanya. Aku sudah bekerja, aku memakan makanan yang aku suka, aku melakukan hal yang kuinginkan sebagai laki-laki.”

Tidak ada kalimat lain yang bisa kukeluarkan selain pertanyaanku barusan. Ingin rasanya aku memarahinya. Tapi pikiranku seakan menyuruhku untuk diam saja. Dan memeluknya.

“Aku sudah menikah, Eunri-ya. Aku juga telah memiliki anak. Mianhae.”

Sakit? Itu pasti? Menyesal? Tidak. Karena tidak ada yang perlu disesali. Nasi sudah menjadi bubur.

“Mianhae.”

Dan saat ini. Namja itu masih memelukku. Tapi kurasakan pelukannya melonggar. Dan dengan cepat aku langsung memeluknya lagi. Tak ingin kehilangannya untuk kedua kali. Walaupun sekarang aku tidak berhak untuk itu.

“Kajima!”
“Ne. Maafkan aku, Eunri-ya.” ia terdiam. Lalu dengan sangat pelan, ia kembali mencoba melepas pelukannya denganku.

Aku tak berniat untuk memeluknya lagi. Toh nanti dia akan melepaskannya juga, kan? Tak ada yang membuka suara. Kami berdua terlarut dalam pikiran masing-masing.

“Appa. Kapan aku akan diperiksa?”

I remember how we felt down by the other. I remember how we loved each other. I remember all of what you’ve done to me. I remember everything about you, Park Chanyeol.

-------------------------------------------------------------------------------------------

“Lee Eunri, cepat bangun! Ini hari kelulusanmu!”

Aku langsung membuka kedua mataku dan tanpa berbasa-basi aku langsung bergegas menuju lantai bawah. Entah mengapa firasatku mengatakan kalau disana ada orang yang sedang menungguku.

Setelah menuruni anak tangga yang terakhir, manik mataku langsung menangkap sosok namja berbadan tinggi dan tegap tengah duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Senyuman terus mengembang diwajah namja itu. Dengan kemeja berwarna hitam dan celana bahan dengan warna yang senada, namja itu tampak seperti pangeran berkuda bagiku.
“Park Chanyeol!”

I can’t imagine what would I be if you were not here. Maybe, I will completely frustated? Who knows. But I don’t need to think about it anymore. ‘cause now, I have my dream with me. Today, tomorrow, and forever.

-END-


Bagaimana FF nya? Masih kurang kah? Mian ya FF nya jelek, harap dimaklumi karena author masih sangat sangat baru. Komentar dan sarannya sangat ditunggu ya ^^ thanks before

Tidak ada komentar:

Posting Komentar